Ahli: Jamu tidak sejenis dengan obat fitofarmaka

Ahli: Jamu bukan sejenis dengan obat fitofarmaka

Lingkar Post – Ibukota Indonesia – Kepala Instalasi Farmasi RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. apt. Rina Mutiara, M.Pharm menjelaskan bahwa ramuan jamu tidak ada ada sebanding dengan obat-obatan fitofarmaka lantaran pemakaian jamu tidaklah memerlukan studi pada proses produksi lalu juga berdasarkan resep turun temurun. Sedangkan obat-obatan fitofarmaka, harus melalui proses studi kemudian juga uji klinik.

"Ini masih membingungkan bagi penduduk Indonesia oleh sebab itu kenyataannya umum masih belum memahami sepenuhnya. Komunitas beranggapan jamu adalah obat, padahal ada perbedaan mendasar antara jamu dan juga juga fitofarmaka pada dunia medis," kata Rina ketika menyampaikan paparan dalam diskusi bertajuk "Forum Hilirisasi Fitofarmaka – Optimalisasi Pemanfaatan Fitofarmaka pada Pelayanan Kesehatan" yang dimaksud yang dimaksud diakses secara daring, Senin.

Baca Juga  Kasus TBC Anak dalam Indonesia Masih Ada, Ternyata Banyak yang digunakan Tidak Sadar Kalau Tertular?

Fitofarmaka adalah sediaan obat substansi alam yang dimaksud digunakan telah dibuktikan keamanan juga khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra-klinik kemudian uji klinik, komponen baku, juga komoditas jadi terstandardisasi.

Rina menjelaskan bahwa sebagian warga di Indonesia cenderung lebih besar tinggi mengandalkan terapi tradisional juga juga sejumlah kali terjadi ketidakcocokan antara pemahaman tradisional kemudian ilmiah terkait dengan fitofarmaka. Meski demikian, pemanfaatan fitofarmaka tetap saja memperlihatkan dapat melibatkan aspek sosial kemudian budaya yang mana perlu dipertimbangkan, termasuk keyakinan lokal juga juga praktik tradisional.

Dalam kesempatan yang disebutkan Rina menuturkan bahwa sejauh ini pihak Badan Pengawas Jalan mengundurkan diri dari lalu Makanan (BPOM) sudah terjadi mengeluarkan 24 jenis obat fitofarmaka di area area Indonesia di antaranya obat imunomodulator, obat diare, obat tukak lambung, obat antidiabetes, obat antihipertensi, obat melancarkan sirkulasi darah, lalu obat untuk hipoalbumin.

Baca Juga  Ngeri! BPOM Temukan Puluhan Barang Penyelesaian Kuat Hingga Pelangsing Sangat Berbahaya Dijual Bebas di dalam Toko Online

Pemanfaatan fitofarmaka pada di Indonesia, Rina melanjutkan, harus mengacu pada standardisasi juga kualitas yang digunakan bervariasi berdasarkan selama tanaman, metode pengolahan, lalu formulasi. Fitofarmaka miliki tantangan terkait pencarian komponen baku yang dimaksud yang disebutkan berkualitas tinggi, teristimewa di tempat hal konsistensi komposisi senyawa bergerak juga minimalisasi kontaminan.

"Fitofarmaka banyak kali diproduksi di tempat bentuk tradisional dan juga konsistensi item sanggup menjadi masalah. Perlu diselesaikan dengan standardisasi proses produksi untuk menegaskan keefektifan juga keamanan," kata dia.

Baca Juga  Bolehkah wanita menopause rutin minum air jahe?

Rina menambahkan bahwa interaksi obat fitofarmaka dengan obat-obatan konvensional kerap kali belum sepenuhnya dipahami. Umumnya, pasien menggunakan lebih tinggi lanjut dari satu jenis obat sehingga risiko interaksi obat antara fitofarmaka juga obat-obatan konvensional harus dipahami dengan baik.

“Tantangan terbesar adalah permasalahan regulasi, standardisasi, juga keamanan. Diperlukan regulasi yang tersebut dimaksud jelas untuk mengatur produksi, distribusi, kemudian pemakaian fitofarmaka. Ini adalah adalah kemungkinan besar tidak ada ada dapat sepenuhnya menggantikan terapi konvensional, namun dapat menjadi tantangan teristimewa pada tindakan hukum penyakit kronis atau serius,” kata Rina mengakhiri penjelasan.

Check Also

Dokter RSCM: Infeksi Pneumonia Mycoplasma Lebih Ringan Daripada wabah pandemi Covid-19

Dokter RSCM: Infeksi Pneumonia Mycoplasma Lebih Ringan Daripada wabah Covid-19

Lingkar Post – Publik diminta tidak ada perlu khawatir dengan adanya ancaman infeksi pneumonia mycoplasma …