Lingkar Post – Nyamuk Wolbachia diklaim dapat jadi solusi pemberantasan tindakan hukum demam berdarah (DBD) arau dengue di tempat Indonesia. Hal yang dimaksud berdasarkan penelitian yang dimaksud telah terjadi dilaksanakan oleh para peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak tahun 2011.
Uji coba kemudian dijalankan di tempat Pusat Kota Yogyakarta kemudian Kota Bantul pada tahun 2022. Hasilnya, bisa jadi menekan perkara DBD hingga 77 persen lalu menurunkan proporsi pasien DBD yang dimaksud dirawat pada rumah sakit sebanyak 86 persen.
Ahli serangga juga pakar penyakit metabolik Prof dr. Damayanti Rusli Sp.A(K)., menjelaskan cara kerja nyamuk wolbachia yang dimaksud sehingga bisa saja mengeliminasi perkara DBD. Rupanya ada dua pengaruh yang dibawa ketika nyamuk wolbachia berada satu populasi dengan nyamuk aedes aegypti yang mana terinfeksi virus demam berdarah.
“Pengaruhnya dua, ia bukan mampu kawin dengan (nyamuk) yang digunakan terinfeksi (virus DBB) dengan bukan terinfeksi. Jadi akan ada replacement. Kemudian ketika ia replace kemampuan untuk menularkan virus akan turun,” jelas prof Damayanti pada waktu konferensi pers virtual, Hari Jumat (24/11/2023).
![Ilustrasi Nyamuk, Gigitan Nyamuk Wolbachia (freepik)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/11/22/88189-ilustrasi-nyamuk-gigitan-nyamuk-wolbachia.jpg)
Perkawinan antara nyamuk wolbachia dengan nyamuk aedes aegypti itu pada akhirnya akan merusak perkembangbiakan nyamuk. Bila pada akhirnya nyamuk wolbachia itu turut terinfeksi virus dengue atau demam berdarah, hasil penelitian menunjukan kalau penularan DBD untuk manusia hampir tidak ada terjadi.
Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. dr. Adi Utarini, MSc., menyatakan bahwa nyamuk betina jadi kuncindalam strategi pemusnahan nyamuk aedes aegypti terinfeksi yang tersebut jadi penyulut DBD tersebut.
“Karena kalau betina sudah ada ada bakteri alamiah, maka turunannya akan berakibat. Akan tetapi kalau hanya sekali jantan yang dimaksud wolbachia, betinanya tidak, maka telurnya bukan akan menetas,” jelas prof Adi.
“Saya rasa dengan mekanisme itu ketika kami melepas berimbang antara nyamuk jantan dan juga nyamuk betina, ia akan tumbuh biak secara alami, kawin dengan populasi nyamuk yang dimaksud ada di area alam. Maka seiring berjalannya waktu, nyamuk aedes aegypti yang digunakan ada dalam alam akan digantikan oleh nyamuk aedes aegypti yang mana wolbachia,” lanjutnya.
Berdasarkan uji coba yang mana dilaksanakan di dalam Yogyakarta, para peneliti menyebarkan nyamuk wolbachia selama 6 bulan. Hasilnya bahwa populasi nyamuk dalam alam sudah didominasi nyamuk wolbachia sampai 60 persen. Sehingga penyebaran nyamuk wolbachia itu pun bisa saja dihentikan.