Seluk-beluk Aturan Hukum PHK menurut UU Cipta Kerja

Seluk-beluk Aturan Hukum PHK menurut UU Cipta Kerja

Lingkar Post Jakarta Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau yang mana dikenal sebagai Omnibus Law pada tahun 2020, terjadi inovasi signifikan pada berbagai aspek ketenagakerjaan di area Indonesia. Salah satu pembaharuan yang mencolok adalah persoalan pemutusan hubungan kerja disingkat PHK

Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan penyelesaian pemutusan hubungan kerja alias diatur di Pasal 151. Dalam pasal 151 ayat 1  berbunyi  “Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, lalu pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.” 

Sementara di RUU Omnibus Law, pasal ini diubah menjadi “Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha perusahaan dengan pekerja/buruh.” Perubahan ini dinilai menjaga dari upaya agar jangan terjadinya pemutusan hubungan kerja. 

Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud tidak ada tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan kerja diadakan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Disisipkan pula pasal 151A mengenai kesepakatan pada pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada pasal 151 ayat (1) tidaklah diperlukan di hal:

Baca Juga  Tingkatkan Edukasi Keselamatan Berkendara, PT AHM Bersinergi dengan Korlantas Polri di Gebyar Keselamatan 2023

a. pekerja/buruh masih di masa percobaan kerja;

b.   pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang mana diatur di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja dengan dan juga telah lama diberikan surat peringatan keras pertama, kedua, serta ketiga secara berturut- turut;

c. pekerja/buruh mengundurkan diri berhadapan dengan kemauan sendiri;

d.   pekerja/buruh kemudian pelaku bisnis berakhir hubungan kerjanya sesuai perjanjian kerja waktu tertentu;

e. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

f. pekerja/buruh meninggal dunia;

g. perusahaan tutup yang dimaksud disebabkan lantaran keadaan memaksa (force majeur); atau

h. perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga.

Selanjutnya di UU Ketenagakerjaan pasal 151 ayat 2 disebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pelaku bisnis dan juga serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang dimaksud bersangkutan tiada menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Baca Juga  Citigroup Bakal PHK Massal Karyawannya, Bagaimana Dampaknya ke Citi Indonesia?

UU Ketenagakerjaan pasal 154 menyebutkan alasan PHK diantaranya

a. Pekerja/buruh masih di masa percobaan kerja, bilamana telah lama dipersyaratkan secara ditulis sebelumnya;

b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tercatat berhadapan dengan kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau

d. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Dalam RUU Cipta Kerja yang digunakan populer Omnibus Law pasal 154 dihapus kemudian diganti dengan pasal 154A. Alasan PHK terdapat pada Pasal 154A yaitu

a. Korporasi melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan;

b. Perusahaan melakukan efisiensi;

c. Organisasi tutup yang disebabkan sebab perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;

d. Perusahaan tutup yang digunakan disebabkan oleh sebab itu keadaan memaksa (force majeure).

e. Perusahaan pada keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

Baca Juga  Merger AP I dan juga AP II, Isu PHK Menyeruak

f. Organisasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga;

g.Perusahaan melakukan perbuatan yang mana merugikan pekerja/buruh;

h. Pekerja/buruh mengundurkan diri berhadapan dengan kemauan sendiri;

i.  Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih banyak secara berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis;

j. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang digunakan diatur pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

k. Pekerja/buruh ditahan pihak yang tersebut berwajib;

l. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja juga bukan dapat melakukan pekerjaannya pasca melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

m. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau

n.    Pekerja/buruh meninggal dunia.

RUU Cipta Kerja Omnibus Law juga menghapus pasa 155 di UU Ketenagakerjaan yang mana mengatur pemutusan hubungan kerja atau PHK tanpa penetapan batal demi hukum. 

KLIK LEGAL
Pilihan editor: Daftar Organisasi yang tersebut Lakukan PHK di area 2023, Terbaru Rumah. com, Nestle lalu Halodoc

Check Also

eksekutif Bakal Buka Kembali Ekspor Benih Lobster

eksekutif Bakal Buka Kembali Ekspor Benih Lobster

Lingkar Post – JAKARTA – Menteri Kelautan serta Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono akan kembali membuka …