70 Persen Alat Kemakmuran Masih Impor, Begini Strategi Kurangi Ketergantungan dari Luar Negeri

70 Persen Alat Kesejahteraan Masih Impor, Begini Strategi Kurangi Ketergantungan dari Luar Negeri

Lingkar Post – Industri farmasi juga alat kemampuan fisik di tempat tanah air sampai ketika ini masih mengalami ketergantungan pada negara lain, mulai dari materi baku hingga teknologi. Dalam keterangannya, Dirjen Kefarmasian dan juga Alat Bidang Kesehatan Kementerian Aspek Kesehatan Dr. DRA. Lucia Rizka Andalucia M.Pharm , MARS mengatakan, selama masa pandemi Indonesia mengalami kesulitan mulai dari obat, alat kondisi tubuh hingga oksigen.

Meresepons situasi itu, Kemenkes berikrar melaksanakan metamorfosis kemampuan fisik dengan enam pilar yaitu metamorfosis layanan primer, layanan rujukan, Narasumber Daya Individu (SDM), ketahanan kesehatan, pembiayaan juga sistem digital.

“Pelayanan kebugaran primer menjadi lebih lanjut utama dari sekedar mengobati. Kebutuhan akan kebugaran dalam tanah air akan tumbuh. Paling bukan permintaan alat kebugaran juga bisa jadi meningkat sekitar 12% di dalam tahun 2023,” ujar Lucia Rizka baru-baru ini. 

Baca Juga  Sambut Tahun Naga Kayu 2024, Eka Hospital Group Gelar Seminar Awam Baby Dragon

Kondisi peningkatan ini justru masih menghadapi tantangan dari suplai alat kesehatan. Lucia mengungkapkan bahwa masih banyak alat kebugaran yang merupakan item impor.

Ilustrasi alat kesehatan.[Pexels.com/SCIETIST]
Ilustrasi alat kesehatan.[Pexels.com/SCIETIST]

Hingga kini  setidaknya 70 persen alat kondisi tubuh pada Indonesia masih didatangkan dari negara lain. Di sisi lain pembangunan ekonomi negara dari APBN untuk riset kondisi tubuh masih rendah belaka 0,2 persen dari APBN.

Melihat keinginan alkes yang mana cukup tinggi juga masih pada dominasi oleh impor, STEI-ITB juga PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) berkolaborasi melakukan kegiatan riset kemudian pengembangan AKD yaitu NIVA (Non-Invasive Vascular Analyzer).

Baca Juga  Begini Efek Kemajuan Teknologi Kesejahteraan Bagi Perawatan Pasien

Dokter senior spesialis jantung, dr. Jetty H Sedyawan, Sp. JP (K), FIHA, FAPCC, FAsCC mengatakan, bahwa peraturan pemerintah impor alat kondisi tubuh telah bukan boleh, serta pada waktu ini sudah ada 42,6 persen. Saat ini produk-produk NIVA telah masuk ke di E-katalog kementerian kondisi tubuh sehingga telah bisa jadi dalam beli oleh rumah sakit milik pemerintah.

NIVA (Non-Invasive Vascular Analyzer) sudah pernah mengantongi izin edar alkes di negeri dari Kementerian Bidang Kesehatan Republik Indonesia. Diterbitkan Maret 2023 lalu, izin edar yang disebutkan diberikan melalui PT. Selaras Citra Nusantara Perkasa, Tbk (SCNP). Dengan ini maka NIVA menjadi alat kondisi tubuh pada negeri (AKD) pertama yang dimaksud telah terjadi resmi digunakan.

Baca Juga  Menkes Sebut Urbanisasi serta Perubahan Iklim Picu Kesulitan Aspek Kesehatan Komunitas

Mengacu pada data pada situs BPJS Kesehatan, Penyakit jantung lalu pembuluh darah masih menjadi top killer disease. Fakta menyebutkan bahwa cardiovascular diseases masih menjadi perhatian utama eksekutif di aspek pembiayaan inisiatif Keamanan Bidang Kesehatan Nasional (JKN).

Ini disebabkan penyakit jantung termasuk kategori katastropik lalu menjadi penyakit yang digunakan menelan biaya sangat besar di acara JKN yang mana sangat membebani Anggaran Negara. Perlu sinergi ragam pihak di area lapangan usaha yang tersebut didukung oleh pemerintahan agar dapat mewujudkan acara kondisi tubuh jantung serta pembuluh darah secara efektif pada upaya penghematan anggaran.

Check Also

Dokter RSCM: Infeksi Pneumonia Mycoplasma Lebih Ringan Daripada wabah pandemi Covid-19

Dokter RSCM: Infeksi Pneumonia Mycoplasma Lebih Ringan Daripada wabah Covid-19

Lingkar Post – Publik diminta tidak ada perlu khawatir dengan adanya ancaman infeksi pneumonia mycoplasma …