Lingkar Post – Peneliti Universitas Indonesia (UI) sarankan pemerintah berikan terapi insulin untuk pasien hiperglikemia sejak pada Fasilitas Kesejahteraan alias Faskes tingkat 1 (FKTP) seperti Puskemas serta Klinik, akibat sanggup menghemat uang BPJS Bidang Kesehatan alias JKN hingga Mata Uang Rupiah 1,7 triliun.
Saran ini diberikan tiada asal-asalan, dikarenakan sesuai hasil temuan Pusat kajian Kondisi Keuangan serta Kebijakan Kesehatan, Universitas Indonesia (CHEPS UI) oleh Diabetes in Primary Care (DIAPRIM) yang tersebut menyampaikan biaya Keamanan Aspek Kesehatan Nasional (JKN) pada pasien hiperglikemia berkurang 14 persen.
Studi ini diadakan peneliti dengan menganalisis biaya perawatan pasien diabetes mellitus alias DIAPRIM, menemukan sejumlah faedah apabila terapi insulin dialihkan dari Faskes Taraf Lanjut (FKTFL) ke FKTP, salah satunya menghemat biaya Simbol Rupiah 1,7 triliun setiap tahunnya.
Hal ini terlihat dari estimasi penghematan yang mana dijalankan peneliti sekitar Simbol Rupiah 22 triliun bila dijalankan sejak 2024 hingga 2035 mendatang.
“Pendekatan ini tiada semata-mata terbukti dapat menghemat biaya, tetapi juga berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien kemudian mengurangi komplikasi. Hasil studi menekankan pentingnya merealisasikan hasil temuan ke di langkah-langkah yang tersebut dapat ditindaklanjuti,” ujar Kepala Peneliti CHEPS UI, Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, Ph.D melalui rilis Novo Nordisk Indonesia memperingati Hari Diabetes Sedunia yang tersebut diterima suara.com, Rabu (15/11/2023).
![Ilustrasi suntik insulin. (Shutterstock)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2014/11/27/o_197o3an2k1hk41431qff1eac1lu2a.jpg)
Prof. Budi juga menjelaskan langkah yang digunakan dapat dilaksanakan untuk menghemat biaya, yaitu dengan merubah kebijakan seperti menyesuaikan Formularium Nasional melalui Pedoman Nasional Pelayanan Medis (PNPK) untuk penyakit gula melitus tipe 2 (DMT2), yang digunakan artinya memperbolehkan dokter umum Faskes 1 yang dimaksud punya kompetensi diabetes mellitus boleh mulai memberikan terapi insulin.
Insulin adalah hormon alami yang digunakan diproduksi oleh pankreas. Sedangkan terapi insulin adalah metode untuk menurunkan kadar gula darah penderita diabetes mellitus melitus secara cepat.
Dengan cara ini Prof. Budi percaya dapat mereformasi pelayanan kemampuan fisik primer, sekaligus bantu upaya pemerintah melalui Kementerian Bidang Kesehatan (Kemenkes) untuk metamorfosis sistem kebugaran Indonesia.
Ia juga menambahkan memberikan insulin sejak Faskes 1 juga susah sesuai dengan standar minimum kompetensi lulusan dokter (SKDI), dimana lulusan dokter harus punya kompetensi manajemen diabetes. Sehingga tidaklah melulu pasien penyakit gula setiap pada waktu harus mengajukan permohonan surat rujukan Faskes 1 untuk dapat mendapatkan insulin Faskes Lanjutan, yang digunakan akan lebih lanjut memakan waktu.
Menanggapi hasil studi ini, Ketua PP Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof. Dr. dr. Ketut Suastika menjelaskan, pemberian insulin sejak di tempat Faskes 1 dapat menambah kesempatan mengasah kemampuan dokter umum di tempat Faskes 1 seperti Puskesmas maupun klinik, untuk menangani tindakan hukum pra-diabetes melitus (DM), persoalan hukum DMT2 tanpa komplikasi, dan juga melakukan tindakan pencegahan komplikasi untuk perkara DMT2 berat.
“Mengasah kapasitas merek dapat memunculkan pendekatan yang dimaksud lebih banyak proaktif, membantu deteksi dini, serta manajemen hiperglikemia yang dimaksud efektif, yang digunakan pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap biaya pelayanan kemampuan fisik di dalam bawah JKN,” ujar Prof. Ketut.
Perlu diketahui, Prevalensi penyakit gula pada Indonesia terus meningkat dari 10,7 jt jiwa di tempat 2019 menjadi 19,5 jt dalam 2021. Kondisi ini mengakibatkan Indonesia di dalam urutan ke-5 dunia, naik dari peringkat tujuh pada 2019.
Laporan BPJS 2020 juga menunjukkan, hanya saja 2 jt jiwa yang digunakan sudah pernah terdiagnosa serta mendapatkan penanganan melalui JKN, juga hanya sekali 1,2 persen persoalan hukum yang tersebut dapat mengontrol kadar gula darah merekan dengan baik untuk menghindari komplikasi.
Mirisnya, kondisi ini berpotensi meningkatkan pengeluaran biaya pemerintah untuk menangani komplikasi. Apalagi laporan CHEPS Fakultas Kesejahteraan Komunitas Universitas Indonesia dan juga PERKENI 2016 menunjukkan, 74 persen anggaran diabetes mellitus digunakan untuk mengobati komplikasi.