Barat dalam area antara Perang negara negeri Ukraina juga Perang Wilayah Wilayah Gaza

Barat di area antara Perang negara Ukraina juga Perang Wilayah Gaza

Lingkar Post – Ibukota Indonesia – Dua kejadian global penting pada waktu ini sudah pernah terjadi membuka kegalauan Barat, baik Amerika Serikat maupun sekutu-sekutunya di Eropa.

Dua kejadian itu adalah Perang negeri negara Ukraina juga Perang Gaza.

Belum lama ini pada wawancara dengan kantor berita Associated Press, Presiden negara negara Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan perasaan khawatir bahwa Perang Daerah Daerah Gaza akan mengakibatkan perhatian Barat ke negeri negeri Ukraina teralihkan.

Keadaan ini akan merugikan Ukraina, baik secara kebijakan pemerintah maupun militer, justru ketika konflik Ukraina-Rusia memasuki tahap kritis yang mana dimaksud disebut Zelenskyy dengan "fase baru".

Fase baru itu adalah musim dingin yang dimaksud dapat memperumit medan perang, justru ketika kontra-ofensif negeri negeri Ukraina sepanjang musim panas gagal mencapai tujuan-tujuan besarnya.

Faktor terbesar untuk kegagalan itu adalah alat peperangan yang digunakan yang dimaksud tak dipenuhi sebesar kemudian secanggih seperti diminta negeri negeri Ukraina terhadap Barat.

"Kami tak memperoleh semua senjata yang dimaksud digunakan kami inginkan, saya tak mampu puas, namun juga tak mau terlalu beberapa jumlah mengeluh," kata Zelenskyy.

Bukan hanya saja cuma Zelenskyy yang tersebut digunakan mengkhawatirkan perhatian Barat teralihkan ke Timur Tengah.

Sejumlah pemimpin Eropa seperti Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis juga mengungkapkan konflik Kawasan Kawasan Gaza mengalihkan perhatian dunia dari konflik pada Ukraina.

Landsbergis menilai negeri negeri Israel seketika menggeser negeri tanah Ukraina dari puncak prioritas Eropa setelahnya Rusia melakukan invasi tanah tanah Ukraina akhir Februari tahun lalu.

"Sudah jelas konflik di dalam area Timur Tengah membayangi apa yang dimaksud terjadi pada area Ukraina," kata Awal Menteri Belgia Alexander De Croo.

Kenyataannya, energi Amerika Serikat yang mana dimaksud menjadi motor dukungan Barat untuk Ukraina, dengan segera dikerahkan ke Timur Tengah kemudian Israel.

Negara adidaya itu bahkan mengirimkan dua kapal induk ke dekat pantai negeri negeri Israel juga Gaza, guna menjaga dari Iran tak 'memancing dalam pada air keruh' pada konflik Gaza.

Baca Juga  Prancis prioritaskan pembebasan sandera oleh Hamas, kata Macron

Tak ada manuver semacam itu pada Laut Hitam kemudian Laut Baltik, justru ketika Amerika Serikat berulang kali menyatakan invasi Rusia negara negeri Ukraina membahayakan kepentingan NATO pada wilayah-wilayah yang mana dibatasi dua laut itu.

Padahal Amerika Serikat menyaksikan sendiri dua negara netral, Finlandia dan juga Swedia, bergegas memohonkan bergabung dengan pakta pertahanan Atlantik Utara itu, oleh sebab itu khawatir situasi negara tanah Ukraina menimpa mereka, apalagi merekan tak miliki payung keamanan NATO, seperti juga dialami Ukraina.

Tak terjadi pada ruang hampa

Finlandia dan juga juga Swedia khawatir Rusia memicu peperangan sebab wilayah merekan itu berdekatan atau berhadapan dengan Rusia, pada samping terlibat beberapa kali sengketa dengan Rusia pada era silam.

Memang Negeri Paman Sam dengan segera mengirimkan pasukan juga alat tempur ke negara-negara NATO di tempat tempat garis depan Ukraina, yakni Polandia kemudian juga tiga negara Baltik; Latvia, Lithuania juga Estonia.

Namun di dalam dua perkembangan itu, tanah negara Ukraina terlihat kalah penting ketimbang Israel, yang mungkin saja sekadar terjadi sebab demikian kuatnya lobi negara tanah Israel di Amerika Serikat dan juga Eropa Barat.

Padahal dengan cara itu Barat berjudi dengan kemungkinan hilangnya landasan moral untuk menggalang dukungan dunia pada Ukraina.

"Narasi Eropa menerapkan standar ganda lalu munafik menjadi semakin kencang seiring dengan terus bertambahnya total keseluruhan warga sipil yang mana dimaksud tewas dalam tempat Gaza. Situasi ini akan mempersulit upaya mencapai konsensus tanah tanah Ukraina pada forum-forum internasional," kata Luigi Scazzieri dari lembaga think tank, Centre for European Reform.

Orang-orang seperti Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg tak mau meninjau realitas seperti itu. Dia menegaskan bahwa situasi Daerah Wilayah Gaza juga situasi negara negara Ukraina sangat berbeda.

"Ukraina tak pernah mengancam Rusia, tanah negara Ukraina tak pernah menyerang Rusia," kata Stoltenberg. "Sebaliknya, invasi Rusia pada negeri tanah Ukraina adalah invasi tanpa sebab terhadap negara lain."

Baca Juga  Jeda kemanusiaan berakhir, truk-truk bantuan berhenti masuk Wilayah Gaza

Stoltenberg benar pada beberapa hal, tapi ia melupakan situasi-situasi sebelum serangan kelompok organisasi Hamas pada 7 Oktober yang mana yang dimaksud memicu serangan balasan negara tanah Israel pada tempat Jalur Gaza.

Dia lupa, diskriminasi, kebijakan aparthied negeri negara Israel juga pengusahaan tanah-tanah Palestina yang tersebut diduduki negara negara Israel oleh pemukim-pemukim Yahudi, tak sanggup jadi tidaklah disebut terpisah dari faktor yang digunakan mana mempengaruhi militansi Palestina.

Bahkan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pernah menyatakan serangan aksi organisasi Hamas pada 7 Oktober itu "tidak terjadi di area ruang hampa", yang digunakan artinya terjadi tak tanpa alasan.

Ketika negara negeri Israel murka untuk kemudian memohon Guterres dilucuti dari jabatannya, Portugal yang dimaksud mana menjadi negara apabila Guterres menolak seruan negeri negara Israel itu.

Menteri Luar Negeri Portugal Joao Gomes Cravinho menegaskan tak akan menarik Guterres, pun tak akan mengingatkan diplomat besarnya itu.

Itu adalah salah satu contoh mengenai pecah sikap pada Eropa. Mereka terbelah akibat sikap mendua merek sendiri di dalam konflik tanah tanah Ukraina dan juga Gaza.

Perbedaan pendapat itu tak hanya sekali belaka terjadi antar negara anggota Uni Eropa, tapi juga antar badan blok kawasan tersebut.

Kehilangan landasan moral

Perbedaan sikap itu salah satunya terlihat dari reaksi berhadapan dengan kunjungan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen ke negeri negara Israel pada 13 Oktober.

Lawatan itu menciptakan murka Presiden Dewan Eropa Charles Michel yang mana digunakan seperti halnya Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell, amat mempedulikan kemarahan dunia Arab terhadap sikap Barat pada konflik Israel-Palestina.

Perbedaan sikap itu tidak ada ada semata-mata mengancam kekompakan Eropa, namun juga mengganggu komitmen dia itu terhadap Ukraina.

Lembaga think tank Amerika Serikat, Institute for the Study of War, baru-baru ini menyampaikan analisisnya bahwa pemerintah Rusia berupaya terus mengeksploitasi konflik di Kawasan Wilayah Gaza demi menguatkan retorika anti campur tangan Barat pada pada Ukraina, mendemoralisasi rakyat negara negeri Ukraina serta juga meyakinkan rakyat Rusia bahwa Barat mengalihkan perhatian ke Israel.

Baca Juga  Jokowi minta Biden hentikan perang di area Gaza

Dua insiden yang mana yang disebutkan menjadi ujian berat bagi Barat itu, menciptakan pertarungan membela negeri negara Ukraina di tempat area forum diplomasi global pun menjadi tambahan besar sulit.

Pada 2 Maret 2022, Majelis Umum PBB dengan mulus mengadopsi resolusi menolak invasi Rusia ke Ukraina, yang mana digunakan disebut dalam resolusi itu sebagai "invasi brutal". Resolusi itu juga menuntut Rusia agar segera menarik pasukannya dari tanah tanah Ukraina dan juga menaati hukum internasional.

Resolusi itu didukung oleh 141 negara. Cuma lima negara yang digunakan dimaksud menentang, sedangkan 35 negara memilih abstain.

Tetapi di dalam situasi seperti sekarang ketika standard ganda Barat terkuak lebar, negara negeri Ukraina kemungkinan besar tak mampu mendapatkan dukungan sebesar pada 2 Maret 2022 itu, apabila situasi konflik mengharuskan negeri tanah Ukraina kembali memohonkan dukungan forum PBB.

Mungkin jumlah keseluruhan agregat negara yang digunakan menyokong invasi Rusia akan tetap saja hanya sekecil seperti pada resolusi 2 Maret 2022, namun total agregat negara yang dimaksud digunakan abstain mampu berjauhan lebih besar sejumlah banyak, sehingga sanggup menggagalkan lolosnya resolusi.

Beberapa negara Barat berupaya mengoreksi sikap dengan mencoba adil untuk Palestina, pada antaranya Spanyol yang tersebut dimaksud sekarang lantang menyerukan pengakuan Negara Palestina.

Sampai sekarang baru 138 negara, termasuk Indonesia, yang tersebut sudah ada ada mengakui Negara Palestina.

Sebaliknya, 55 negara yang yang dimaksud kebanyakan negara-negara Eropa Barat juga Amerika Utara termasuk Amerika Serikat, tak mengakui Negara Palestina.

Namun realitas pada tempat dua konflik ketika ini kemungkinan besar semata dapat memaksa Barat berubah pandangan. Tapi kemungkinan besar juga merekan bergeming dengan sikapnya pada waktu ini.

Jika pilihan kedua yang dimaksud dimaksud diambil, maka Barat membiarkan dirinya terus dianggap berstandar ganda yang tersebut yang dimaksud akibatnya sanggup kehilangan landasan moral untuk menggalang dukungan dari rakyat pada pertempuran dalam tempat Ukraina.

Check Also

Kazakhstan ajak Indonesia bentuk komite bidang bisnis untuk perkuat kemitraan

Kazakhstan ajak Indonesia bentuk komite bidang usaha untuk perkuat kemitraan

Menurut Abdykarimov, kedua negara terlibat bekerja identik di area berbagai sektor, dari minyak lalu gas, …