Jakarta – Asuransi konvensional melakukan manajemen risiko dengan mentransfer risiko dari pemegang polis ke perusahaan asuransi melalui pembelian polis. Namun, pada prinsip syariah jual-beli risiko (risk transfer) mampu semata dianggap bukan pasti kemudian merugikan pembeli.
Para ulama menyatakan bahwa asuransi tetap memperlihatkan diperbolehkan selama prinsip-prinsipnya sesuai dengan syariat Islam. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengawasi kegiatan asuransi syariah, dibantu oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Cara kerja asuransi syariah sebenarnya mirip dengan konvensional, namun istilah yang dimaksud digunakan berbeda, yaitu risk sharing atau saling menanggung risiko.
Dalam asuransi syariah, perusahaan asuransi berperan sebagai wali yang mana mengurus dana sumbangan yang mana disetor oleh nasabah. Jika klien mengalami musibah, perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan.
Untuk memahami tambahan lanjut, berikut adalah beberapa informasi penting seputar asuransi syariah yang dimaksud perlu kamu ketahui.
Prinsip tolong menolong
Perusahaan asuransi syariah juga akan memberikan proteksi akan jaminan biaya perawatan kesehatan, santunan meninggal dunia, dan juga ganti merugikan namun sesuai prinsip syariah, yaitu tolong menolong (Tabbaru).
Hukum mengatur prinsip yang disebutkan adalah Fatwa DSN MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Akad
Akad di asuransi konvensional tidak ada sangat jauh berbeda dengan kegiatan jual-beli. Namun syariah justru bukan mengharapkan hal itu.
Terdapat tiga akad yang digunakan ada di asuransi syariah. Akad melawan dasar tolong menolong kemudian melindungi (Tabbaru), pengelolaan risiko (Wakalah bil Ujrah), lalu bagi hasil kerja sejenis (Mudharabah).
Dalam asuransi syariah, setiap akad juga tentunya tak diperkenankan mengandung gharar (ketidakpastian), maisir (perjudian), riba (bunga), juga hal-hal lainnya yang tersebut tidak ada sesuai dengan Syariat Islam.
Pengelolaan iuran nasabah
Dalam asuransi konvensional, iuran disebut dengan istilah premi. Namun asuransi syariah menyebutnya sebagai kontribusi.
Perusahaan asuransi syariah tidaklah memiliki hak untuk memiliki dana kontribusi dari nasabah, mereka itu belaka mendapat amanah sebagai pengelola oleh nasabah. Dana yang dimaksud juga akan diolah untuk kepentingan pelanggan secara transparan.
Apa bedanya dengan asuransi konvensional?
Dana premi yang dimaksud disetor akan menjadi milik perusahaan asuransi konvensional. Hal itu disebabkan sebab konsep asuransi konvensional sebanding dengan konsep jual-beli, perusahaan asuransi juga diberi kebebasan untuk menggunakan dana yang disebutkan di dalam instrumen apapun, termasuk yang dimaksud dinilai tidak ada halal asalkan sesuai dengan ketentuan di dalam perjanjian.
Dalam asuransi konvensional, prospek dana hangus dapat terjadi bila pemegang polis masih hidup ketika masa pertanggungan usai. Namun tidak ada demikian pada asuransi syariah.
Dana yang digunakan disetor pada bentuk premi masih dapat diambil ketika pemegang polis mendadak tidaklah lagi mampu membayar premi.
Adanya kewajiban membayar zakat
Dalam asuransi syariah, ada kewajiban pembayaran zakat yang digunakan jumlahnya ditentukan dari besarnya keuntungan yang tersebut didapat perusahaan.
Patut diketahui pula bahwa pada asuransi konvensional, tak akan ada kententuan masalah yang tersebut satu ini.
Pemilihan investasi
Setiap perusahaan asuransi tentu menginvestasikan dana yang mana merek kumpulkan ke sebagian instrumen.
Instrumen keuangan di penanaman modal asuransi syariah tentu tidaklah boleh bertentangan dengan syariat Islam. Sebut sekadar seperti usaha yang tersebut kegiatannya dinilai miliki unsur perjudian, penawaran/permintaan palsu, perdagangan yang tersebut tak disertai penyerahan barang atau jasa, jasa keuangan ribawi, atau jual-beli dengan unsur ketidakpastian.
Beberapa instrumen yang tersebut dimaksud adalah deposito bank syariah, saham syariah, Surat Berharga Syariah Negara, sukuk korporasi, reksa dana syariah, kemudian efek-efek syariah lainnya.
Lain halnya dengan konvensional, asuransi konvensional dapat memiliki portofolio efek penanaman modal dalam instrumen manapun. Organisasi miliki kewenangan penuh menghadapi dana yang mereka himpun dari pemegang polis.
Ada surplus dana tabarru
Dalam asuransi syariah, akan ada surplus operasional (dana tabarru) yang tersebut hasilnya akan dibagikan ke pemegang polis sesuai dengan persentase nisbah antara perusahaan serta pemegang polis.
Nilai surplus ini didapat dari selisih total dana kontribusi yang digunakan dibayarkan oleh klien ke pada dana tabarru’ setelahnya dikurangi pembayaran klaim, sumbangan reasuransi, dan juga cadangan teknis.
Berbeda dengan asuransi konvensional. Surplus di tempat asuransi konvensional tentu akan menjadi hak perusahaan asuransi.
Itulah beberapa perbedaan yang mana harus Anda ketahui seputar asuransi konvensional serta syariah. Pada intinya, cara kerja asuransi syariah memang benar mirip belaka dengan asuransi konvensional pada membantu kita memitigasi risiko-risiko finansial.
Artikel Selanjutnya Beli Asuransi Kesejahteraan Buat Anak? Coba Ini adalah