Kisah bidan Qeshta, bantu kelahiran kemudian juga melahirkan pada Kawasan Daerah Gaza

Kisah bidan Qeshta, bantu kelahiran dan juga melahirkan dalam Kawasan Gaza

Saya khawatir kapan pun kami bisa jadi hanya kejatuhan bom. Yang saya pikirkan semata-mata mendekapnya erat-erat

Lingkar Post – Khan Younis – Naya, yang mana dimaksud berarti "rusa" atau "seruling" pada bahasa Arab, adalah bayi yang yang dimaksud lahir pada sedang perang. Dia lahir lewat bedah cesar pada Hari Hari Sabtu (11/11) pukul 13.00 di tempat di pada sebuah rumah sakit di dalam area Wilayah Wilayah Gaza selatan.

Sang ibu, Samah Qeshta (29), mendekap Naya sambil mengamati wajah mungil bermata hitam itu. Qeshta lalu menangis. Dia mengaku sedih dikarenakan melahirkan pada keadaan "tak mampu memberinya apa-apa."

Meski manusia bidan, Qeshta juga menghadapi kekurangan seperti kebanyakan ibu lainnya di dalam di Gaza. Dia datang ke RS itu dengan menghadirkan beberapa helai popok, sekotak susu bayi, lalu sebotol air untuk campurannya.

Usai melahirkan, ketika ia berada dalam area ranjang sama-sama Naya, sebuah rumah di area area dekat RS itu terkena serangan udara.

"Saya takut lalu memeluknya erat-erat," kata Qeshta.

"Saya khawatir kapan pun kami sanggup kejatuhan bom. Yang saya pikirkan cuma mendekapnya erat-erat."

Belakangan para perawat mengabarinya bahwa sebagian orang tewas pada serangan itu.

Di rumah sakit, Qeshta mengikuti berita pertempuran dari perawat. Di seluruh Jalur Gaza, orang-orang terpaku oleh perkembangan dalam area Pusat Perkotaan Gaza, kota utama dalam pada wilayah kantung Palestina tersebut.

Tank-tank negara negeri Israel mengepung RS Al Shifa di area tempat sana. Banyak pasien meninggal kemudian juga inkubator dimatikan, menurut para dokter pada RS itu.

Rumah sakit bersalin Al-Helal Emirati, tempat Qeshta melahirkan berada dalam tempat Rafah, kota di area pada dekat perbatasan dengan Mesir. Daerah Perkotaan itu berjarak sekitar 30 km dari Daerah Perkotaan Daerah Daerah Gaza kemudian 20 km dari garis evakuasi yang digunakan ditetapkan oleh Israel.

Orang-orang di dalam pada Rafah juga diserang oleh negara tanah Israel dari udara.

Baca Juga  Palestina: Israel, warga dunia bertanggung jawab atas nyawa di tempat RS Gaza

Sumber Berita Media Reuters miliki pasukan peliput dengan delapan staf lalu keluarga mereka berada pada Gaza. Awalnya ia ditempatkan pada tempat Daerah Perkotaan Gaza, tetapi –seperti beratus-ratus ribu warga Daerah Kawasan Gaza lainnya– sekarang ia pindah ke selatan, ke Daerah Perkotaan Khan Younis, sekitar 6 km dari Rafah.

Di Khan Younis, di area tempat RS Nasser tempat Qeshta bekerja, pribadi reporter Organisasi Berita Media Reuters pertama kali bertemu bidan itu pada waktu ia membantu kelahiran. Tak sangat terpencil dari bangsal bersalin adalah kamar mayat.

Saat pasukan Korporasi Berita Media Reuters pertama kali bertemu bidan Qeshta pada awal November, beliau lagi hamil tua. Dia sedang mendapat giliran jaga pada RS tersebut.

Qeshta bercerita ia bangun jam 6 pagi pada hari itu di dalam tempat Rafah. Cuaca cukup hangat sehingga keluarganya masih mampu tidur nyenyak di tempat area di area di malam hari hari hari, meskipun tidak ada listrik.

Namun, waktu waktu malam itu ia gelisah. Terjaga oleh kehamilannya kemudian mimpi tentang orangtuanya, Hosny kemudian Suhaila, yang mana yang disebutkan wafat sebelum peperangan kali ini.

Usai mengakibatkan sarapan untuk ketiga anaknya, ia kemudian berjalan tambahan tambahan dari satu jam dari Rafah ke RS Nasser pada Khan Younis. Dia harus menyeberangi puing lalu reruntuhan bangunan dikarenakan ada serangan bom.

"Itu adalah momen yang dimaksud yang disebutkan tak akan pernah saya lupakan." Dia ingin berlari tetapi tidak sanggup sekadar sebab sedang hamil.

Ketika tiba pada rumah sakit, beliau meninjau kekacauan. RS itu sekarang praktis belaka berfungsi sebagai tempat penampungan sementara. Jemuran menggantung sembarangan, anak-anak bermain, juga tangisan bayi bercampur dengan rintihan dia yang mana yang disebutkan berduka.

Qeshta harus berjalan menyeberangi tenda-tenda pengungsi pada pada tempat parkir sebelum masuk ke dalam gedung. Lorong kemudian tangga dipenuhi orang-orang yang tersebut mencari perlindungan. Anak-anak berlarian tanpa alas kaki, para lansia duduk di area pada kursi plastik. Pakaian, kasur, koper, juga jemuran menghalangi jalan.

Baca Juga  Kepala UNICEF sebut situasi pada Gaza memilukan

Bau pada sana begitu menyengat: campuran darah, urine, feses, juga orang-orang yang dimaksud mana tak ada mandi. Qeshta dengan segera memakai maskernya.

Di dalam, direktur kebidanan Waleed Abu Hattab, menyatakan untuk Informan Berita Media Reuters bahwa 50.000 wanita hamil di area tempat Kawasan Daerah Gaza mengalami krisis kesehatan. Angka itu dikonfirmasi oleh badan-badan PBB.

Keguguran juga kematian janin meningkat 20 persen pada di Khan Younis, katanya.

Semua perempuan hamil berisiko akibat layanan kebugaran primer runtuh lalu rumah sakit kelebihan beban.

Di RS Nasser, penyakit kudis sudah pernah dilaksanakan menyebar. Ruang bedah cesar digunakan untuk merawat korban serangan bom.

Sanitasi menjadi permasalahan besar. Toilet pada rumah sakit, kata para dokter, dipakai bersama-sama oleh 5.000 orang.

Industri Media Perusahaan Berita Reuters mengawasi antrean panjang di tempat area sana. Lantainya basah juga berlumpur, tidak ada ada ada sabun atau air.

Perempuan hamil, kata staf medis, berisiko tertular infeksi saluran kemih dan juga infeksi lain yang dimaksud digunakan sanggup menyebabkan kematian bayi.

Seorang perempuan muda bernama Iman Abu Mutlaq, berterima kasih terhadap Qeshta dikarenakan membantu kelahiran anak kembarnya.

Suami perempuan itu, Ayman Abu Odah, mengungkapkan akan memberi nama beliau Hamza lalu Uday, seperti nama dua kemenakannya yang mana tewas di dalam serangan udara di rumah mereka.

Setelah serangan itu, Abu Mutlaq juga delapan anak merekan harus tinggal pada di tenda di dalam pada sebuah sekolah. Mereka tidur tanpa kasur lalu selimut selama tujuh hari.

"Keadaannya sulit tetapi Tuhan memberi saya dua bayi, dua jagoan," kata Abu Mutlaq.

Qeshta seharusnya menjalani bedah cesar pada akhir Oktober, tetapi beliau menunda persalinannya akibat berharap ada gencatan senjata.

Baca Juga  Turki peringatkan meningkatnya perlombaan senjata nuklir lantaran negeri Israel

Karena RS kekurangan obat, satu-satunya obat penghilang nyeri yang tersebut dimaksud dialaminya ketika melahirkan pada 11 November belaka semata anestesi di tempat area bagian bawah tubuh.

Sehari kemudian, sebuah ambulans mengantarnya sedekat kemungkinan besar semata ke rumahnya sebab jalan-jalan ditutup akibat hancur oleh serangan udara.

"Saya berjalan kaki sekitar setengah jam ke rumah dengan bayi ini pasca bedah cesar," kenang Qeshta.

Dia pulang lalu bertemu orangtua juga anak-anaknya yang digunakan dimaksud lain: Nourseen, perempuan 7 tahun; Mohamed, 3 tahun; kemudian Mousa, 6 tahun. Mereka berlari meninggalkan untuk menyambut adik mereka, Naya.

Sebelum melahirkan, Qeshta juga suaminya belaka berhasil mengoleksi sebungkus popok juga sekotak makanan bayi.

"Kami tak tahu apa yang akan kami lakukan setelahnya itu habis," katanya tentang makanan bayi itu. Dia juga perlu menambah ASI-nya dengan susu formula bayi.

Mencari keperluan pokok adalah perjuangan. Suaminya, orang kasir dalam di mal, harus antre berjam-jam sambil berharap bisa jadi hanya mendapatkan sembako seperti roti.

Warga bertahan hidup dengan teh juga biskuit isi kurma yang digunakan mana diberikan oleh sebuah badan PBB.

"Tidak ada gas untuk menjerang air. Kami membakar kayu juga mendidihkan air untuk susu bayi," kata Qeshta.

Setelah pulih dari persalinan, Qeshta berencana masuk kerja lagi pada Januari di dalam area bangsal bersalin di dalam di RS Nasser. Itu pun apabila peperangan berakhir.

"Bangsal ini seperti jendela harapan juga juga cahaya," katanya.

"Kami mendengar ledakan, sirine, teriakan kerabat para syuhada, lalu teriakan perempuan yang tersebut digunakan sedang melahirkan," katanya.

"Jadi, setiap kali saya membantu perempuan melahirkan, setiap kali saya memegang bayi baru lahir pada tangan saya, saya bersyukur untuk Tuhan. Saya merasa bahagia Tuhan memberi kami keberadaan baru, seseorang yang yang dimaksud baru."

Sumber: Reuters
 

Check Also

Kazakhstan ajak Indonesia bentuk komite bidang bisnis untuk perkuat kemitraan

Kazakhstan ajak Indonesia bentuk komite bidang usaha untuk perkuat kemitraan

Menurut Abdykarimov, kedua negara terlibat bekerja identik di area berbagai sektor, dari minyak lalu gas, …