Survei ILO-KIC: Perempuan Indonesia Wajib Berhenti dari Pekerjaan demi Tanggung Jawab Perawatan

Survei ILO-KIC: Perempuan Indonesia Wajib Berhenti dari Pekerjaan demi Tanggung Jawab Perawatan

lingkarpost.com Survei yang tersebut dikerjakan Organisasi Buruh Internasional (ILO) bekerja sebanding dengan Katadata Insight Center mengungkapkan, responden perempuan tidak ada merasa memiliki jam kerja yang tambahan panjang dalam melakukan pekerjaan perawatan dibandingkan laki-laki.

Selain itu, 68,3 persen responden laki-laki menyatakan bahwa wajar jika perempuan meninggalkan pekerjaan berbayarnya demi tanggung jawab perawatan sebagai bagian dari kewajibannya sebagai ibu atau anak perempuan.

Kegiatan perawatan yang dimaksud bersifat langsung, personal kemudian relasional seperti memberi makan bayi atau merawat anak atau pasangan yang digunakan sakit sebagai pekerjaan perawatan. Sedangkan kegiatan perawatan yang digunakan tidaklah langsung seperti memasak lalu bersih-bersih.

Survei ini merupakan bagian dari penyusunan Peta Jalan juga Rencana Aksi Nasional Indonesia mengenai Ekonomi Perawatan yang mana dipimpin oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan kemudian Perlindungan Anak.

Survei menegaskan pentingnya menyeimbangkan pekerjaan dengan perawatan yang dimaksud berperan penting bagi penduduk lalu perekonomian untuk berkembang lalu menyempitkan kesenjangan signifikan dalam layanan perawatan lalu kebijakan untuk mengurangi kemiskinan, menggerakkan kesetaraan gender lalu memperkuat perawatan bagi anak-anak serta orang lanjut usia.

Survei ini bertujuan untuk menggali persepsi pekerja Indonesia dari berbagai sektor mengenai nilai perekonomian pekerjaan perawatan serta mengidentifikasi tingkat persepsi terkait dengan pekerjaan perawatan berdasarkan kerangka 5R ILO untuk pekerjaan perawatan yang layak—Rekognisi (Recognize), Reduksi (Reduce), Redistribusi (Redistribute), Penghargaan (Reward) serta Representasi (Represent)—untuk membangun dunia yang dimaksud setara gender.

Survei juga bertujuan untuk mengidentifikasi rekomendasi-rekomendasi guna meningkatkan upaya memasarkan pekerjaan perawatan sebagai tanggung jawab bersama, bukan semata-mata tanggung jawab perempuan.

Baca Juga  Inflasi November Naik, Jurus otoritas Tekan Inflasi Tepat?

Survei diimplementasikan secara daring selama 1,5 bulan dari 15 September hingga 3 November 2023, survei ini menjangkau 2.217 responden yang dimaksud mewakili beragam pekerja dari berbagai sektor, termasuk pekerja rumah tangga, pekerja perawatan, pekerja kreatif kemudian wirausaha.

Sekitar 67,5 persen responden adalah perempuan dan juga 67,4 persen bekerja di dalam perekonomian informal di tempat 34 provinsi. Sebagian besar responden berusia 27-42 tahun (58,2%), diikuti kelompok usia 18-26 tahun (27,5%).

Manajer Survei Katadata Insight Center Satria Triputra Wisnumurti mengungkapkan, hasil survei memperlihatkan hanya sekali 85,5 persen responden mengakui pekerjaan perawatan miliki nilai ekonomi.

Kendati 92,3 persen mengakui kegiatan perawatan yang mana bersifat langsung, personal kemudian relasional seperti memberi makan bayi atau merawat anak atau pasangan yang tersebut sakit sebagai pekerjaan perawatan; namun, persentase responden yang digunakan lebih tinggi besar (95,3%) tidaklah mengakui kemudian menghargai kegiatan perawatan yang dimaksud tidak ada langsung seperti memasak lalu bersih-bersih sebagai pekerjaan perawatan.

“Survei juga memperlihatkan bahwa 61,6 persen responden laki-laki miliki istri atau saudara perempuan yang dimaksud menanggung beban ganda, sementara responden perempuan yang tersebut mempunyai beban ganda mencapai 79,3 persen. Namun, sebagian besar responden perempuan (67,3%) mengatakan mereka itu tak merasa memiliki jam kerja yang dimaksud lebih tinggi panjang dalam melakukan pekerjaan perawatan dibandingkan laki-laki.,” kata Satria ditulis Rabu (15/11/2023).

Selain itu, 68,3 persen responden laki-laki menyatakan bahwa wajar jika perempuan meninggalkan pekerjaan berbayarnya demi tanggung jawab perawatan sebagai bagian dari kewajibannya sebagai ibu atau anak perempuan.

Baca Juga  Mouly Surya beberkan pentingnya perempuan terlibat menyebabkan film

Menariknya, kata Satria, jumlah keseluruhan persentase responden perempuan yang mana hampir identik (66,2%) mempunyai gagasan serupa bahwa mereka itu harus memprioritaskan kewajiban perawatan dibandingkan karier. Ini sejalan dengan 80,5 persen responden yang tersebut percaya bahwa perempuan secara alami cocok untuk melakukan pekerjaan pengasuhan lalu perawatan.

Studi ini menunjukkan bahwa cuti melahirkan lalu cuti ayah serta jam kerja fleksibel merupakan program yang mana paling dikenal kemudian paling banyak diberikan bagi pekerja formal juga informal. Namun, 28,8 persen responden mengatakan bahwa perusahaan mereka tidaklah menyediakan program perawatan apa pun, sementara 16,3 persen tidaklah mengikuti program hal tersebut lantaran pemotongan gaji.

“Alasan-alasan ini berlaku baik bagi pekerja formal maupun informal dalam mana 30,1 persen pekerja formal serta 28,2 persen pekerja informal mengatakan bahwa tempat kerja mereka tidaklah menyediakan program perawatan; sementara 15,4 persen pekerja formal serta 16,8 persen pekerja informal memilih untuk tidak ada mengikuti program ini oleh sebab itu pemotongan gaji,” jelas Satria.

Mekanisme kerja yang digunakan fleksibel seperti bekerja dari rumah atau bekerja dari mana sekadar telah terjadi menjadi program perawatan yang tersebut paling banyak diadopsi. Dalam hal menyuarakan aspirasi pekerja mengenai pekerjaan perawatan, 53 persen responden menyatakan tempat kerjanya bukan miliki serikat pekerja kemudian 49,2 persen menyatakan perusahaan atau pemerintah daerah tiada menyokong pembentukan serikat pekerja.

Baca Juga  Apesnya Warga Indonesia, Mau Kerja Terbentur Syarat Usia

Temuan-temuan utama ini dibahas juga dikaji dalam bincang-bincang interaktif bertajuk “Apakah pekerjaan perawatan belaka tanggung jawab perempuan atau tanggung jawab bersama?”, menghadirkan narasumber utama dari pemerintah, dunia usaha, aktivis gender kemudian ILO: Lenny N. Rosalin, Wakil Menteri untuk Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga Perlindungan Anak; Myra Hanartani, Ketua Komite Regulasi lalu Hubungan Kelembagaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo); Melanie Subono, seniman lalu aktivis serta Early Dewi Nuriana, Koordinator Program ILO untuk Ekonomi Perawatan.

“Survei ini merupakan bagian dari dukungan ILO kepada Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan dan juga merumuskan Peta Jalan serta Rencana Aksi Nasional tentang Pekerjaan Perawatan. Temuan-temuan utama dari survei ini akan digunakan sebagai dasar untuk mengidentifikasi tindakan yang digunakan tepat dalam mengiklankan pekerjaan perawatan di tempat Indonesia juga mengembangkan kebijakan transformatif yang penting untuk menjamin masa depan pekerjaan yang didasarkan pada keadilan sosial juga menyokong kesetaraan gender untuk semua,” kata Penjabat Sementara Direktur ILO untuk Indonesia, Diego Rei.

ILO memperkirakan bahwa pembangunan ekonomi pada layanan pengasuhan anak secara universal juga layanan pengasuhan jangka panjang dalam Indonesia dapat menciptakan 10,4 jt lapangan kerja pada 2035.

Investasi dalam paket kebijakan pengasuhan anak universal kemudian komprehensif dapat meningkatkan tingkat lapangan kerja perempuan dari 49 persen pada 2019 menjadi 56,8 persen pada 2035 kemudian kesenjangan gender dalam upah bulanan dari 20,6 persen pada 2019 menjadi 10 persen pada 2035.

Check Also

eksekutif Bakal Buka Kembali Ekspor Benih Lobster

eksekutif Bakal Buka Kembali Ekspor Benih Lobster

Lingkar Post – JAKARTA – Menteri Kelautan serta Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono akan kembali membuka …